"Wahai jiwa-jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhan kalian dengan hati yang puas dan diridhaiNya. Maka masuklah kalian dalam barisan hamba-hambaKu, dan masuklah dalam surga-Ku." (QS. Al-Fajr : 27-30).
Saudaraku...
Mari sejenak kita renungi perjalanan hidup ini. Sebagian orang mengandaikan hidup ini seperti roda pedati, sebagian lainnya memisalkan seperti air yang mengalir. Dan masih banyak lagi perumpamaan orang untuk memaknai perputaran silih bergantinya episode kehidupan. Namun yang lebih penting untuk dimaknai adalah dengan apa kita mewarnai kehidupan ini, dengan cara apa kita menggerakkan roda kehidupan ini.
Kuatnya godaan materi seringkali menghantam sisi-sisi idealisme kita, baik dari muka, belakang, ataupun sisi kanan dan kiri kita. Derasnya arus pendangkalan aqidah menggerus perlahan pantai keimanan kita. Kegenitan dunia seakan tiada henti memalingkan wajah kita untuk hanya menatap padanya, dan melupakan eksistensi kita sebenarnya diutus ke muka bumi sebagai seorang khalifah.
Saudaraku...
Jangan pernah jengah, lengah, dan lelah melawan gelombang arus yang akan menyeret kita ke tepian pantai kesia-siaan yang penuh penyesalan. Terpaan angin dunia, alunan melodi keindahan, dan segala kenyamanan dan kenikmatan merupakan ujian dari ALLAH SWT pada kita. Sebagai pembuktian atas persaksian kita saat di alam ruh, sebagaimana diingatkan oleh ALLAH SWT dalam surat Al-A'raf (7) ayat 172.
"Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab, "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)." (Surah Al-A'raf (7) : 172).
Konsekuensi persaksian kita itu tentu akan dimintai pertanggungjawaban, adakah sama dengan keseharian kita dalam mengarungi samudera kehidupan.
Saudaraku...
Mari sejenak kita tatap dalam-dalam diri dan jiwa ini. Apakah diri ini akan merasakan nikmatnya keluasan rahmat ALLAH SWT pada hari perhitungan dimana tiada yang luput dari perhitungan Sang Rahman? Ataukah jiwa ini yang akan berkata dengan gugup dan panik tatkala menerima kitab amal dari sebelah kiri?
"Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata, "Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis)." Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang jua pun." (Surah Al-Kahfi (18) : 49).
Adapun orang yang diberikan kepadanya kitab dari sebelah kirinya, maka dia berkata, "Wahai alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini)." (Surah Al-Haaqqah (69) : 25).
Mari kita kenang perilaku keseharian kita. Adakah sudah sekuat tenaga kita berusaha mencontoh manusia terbaik, Sang kekasih ALLAH? Bukankah ALLAH SWT sudah mengatakan pada kita bahwa pada diri beliau yang mulia terdapat suri teladan bagi kita untuk menjalani kehidupan ini? Bahkan RasuluLLAH SAW sudah memberikan arahan yang jelas apabila kita ingin berjumpa dengan ALLAH SWT dan berkumpul dengan beliau dalam surgaNya.
"Sesungguhnya aku telah meninggalkan 2 perkara pada kalian. Apabila kalian berpegang teguh dengannya, niscaya kalian akan selamat. Yaitu KitabuLLAH dan Sunnahku." (Al-Hadits).
Beliaulah yang sering berlinang airmata hingga membasahi janggutnya dalam memohon pada Kekasihnya, hingga bengkak kakinya karena lamanya beliau berdialog dengan Rabbnya di penghujung malam.
Beliaulah yang diakhir hayatnya demikian khawatir akan kondisi ummatnya.
Beliaulah yang di penghujung hidupnya berseru, ummatii, ummatii.
Ummatku...ummatku...
Saudaraku...
Duduklah sejenak, berdzikir dengan lisan dan hati kita akan ke Mahaagungan ALLAH SWT yang tiada pernah lelah mengurus diri kita, walaupun kita terlalu sering lupa padaNya. Menangislah apabila kita dapati dalam jiwa ini begitu tebal kerak yang menyelimuti hati ini. Tumpahkanlah airmata penyesalan atas semua khilaf, alfa, dan kelemahan diri dalam menetapi perintahNya.
Resapi baik-baik panggilan ALLAH SWT. Karena sungguh panggilan hidayah itu hanya akan terdengar bagi orang yang mau mendengarkannya. Hanya akan terasa bagi orang yang mau merasakannya. Hanya akan bertemu dengan orang yang mencarinya.
Semoga kita semua termasuk dalam barisan hamba-hambaNya yang diseru pada penghujung surat Al-Fajr di atas. Aamiiin.
Penulis : Faizal Abdur Rahman
diambil dari http://arsip.kotasantri.com