Sejalan dengan evolusi kemajuan berfikir manusia, pengetahuan tentang bumi dimulai dari pengetahuan tentang bentuk luar dari pada bumi. Kondisi fisik bumi telah banyak diketahui terlebih dahulu dari pada kondisi dalam bumi. Bentuk permukaan, jari-jari, relief dan gejala-gejala fisik lainnya telah berkembang pesat. Pengetahuan tentang bentuk bumi bulat telah lama diperdebatkan para pakar. Akhirnya perdebatan itu terhenti sejak Colombus melakukan observasi dengan jalan melakukan pelayaran ke suatu arah yang akhirnya kembali ketempat semula. Terlihatnya asap kapal laut, kemudian cerobong dan akhirnya semua badan kapal terlihat di pantai merupakan salah satu bukti bumi ini bulat (Gambar 2.1). Dengan adanya teknologi luar angkasa berupa satelit maupun berupa instrumen lainnya manusia telah mampu mengungkapkan fenomena bumi dan alam sekitarnya.
Sesuai dengan kodrat manusia yang senantiasa tidak merasa puas, maka keingintahuan tentang bumi mengalami perubahan dari bentuk luar kekondisi atau keadaan didalam bumi. Manusia ingin tahu apa isi bumi, bagaimana wujudnya, bagaimana sifatnya, dan sederatan pertanyaan yang memerlukan jawaban secara eksak. Sebagaimana kita ketahui bahwa jari jari bumi mencapai 6.370 km, maka akan timbul berbagai pertanyaan tentang keadaan bagian dalam dari bumi kita ini. Para pakar ingin mengungkapkan berbagai keterangan mengenai bagian dalam bumi kita ini, misalnya tentang:
• wujud,
• kerapatan batuan penyusun,
• temperatur,
• kecepatan perambatan gelombang suara,
• susunan kimia,
• dan beberapa informasi penting lainnya.
Bagaimana sifat gelombang bunyi ketika melewati lapisan lapisan di dalam bumi dan bagaimana kemungkinan manusia dapat menembus bumi dan beberapa pertanyaan lainnya. Beberapa pertanyaan yang timbul, bagaimana manusia dapat mengemukakan keterangan keterangan seperti itu padahal pemboran kerak bumi yang pernah dilakukaan di Oklahoma untuk menyelidiki bagian dalam bumi ini hanya sampai pada kedalaman 5.253 m atau hanya sekitar 5,2 Km, padahal diameter bumi adalah 6.370 Km.
Hal ini menunjukkan bahwa dengan cara mekanis pengeboran hanya sekitar 0.8 persen dari diameter bumi dapat diketahui, sungguh merupakan tantangan bagi manusia. Karena itu patut dimaklumi bahwa bagian dalam dari bumi sulit bahkan tidak mungkin diselidiki secara langsung. Keterbatasan ilmu pengetahuan dan teknologi terus menerus ditantang untuk segera memberikan jawaban tentang misteri bumi.
Sesuai dengan perkembangan daya pikir manusia akhirnya ditemukan suatu gagasan baru, bahwa manusia tidaklah mungkin untuk mengamati dalam bumi secara langsung. Melalui tahapan penelitian yang dimulai dari metode sederhana menuju kepada penyempurnaan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dengan diketemukannya listrik, getaran suara, maknit dan bahan peledak maka penelitian tentang kondisi di dalam bumi semakin menjadi kenyataan. Pencarian deposit minyak bumi yang sekarang sedang dilakukan juga mengalami perkembangan mulai dari penggunaan metode yang sederhana sampai dengan yang moderen. Dengan diikuti oleh kemajuan ilmu pengetahuan alam seperti matematika, ilmu kimia dan fisika para pakar terus mengembangkan metode penelitiannya untuk mengetahui tentang isi bumi. Sampai saat sekarang tampaknya penggunaan kaidah pemantulan suara (sounding) masih dipergunakan dalam mendeteksi komposisi di dalam bumi.
Sesuai dengan kodrat manusia yang senantiasa tidak merasa puas, maka keingintahuan tentang bumi mengalami perubahan dari bentuk luar kekondisi atau keadaan didalam bumi. Manusia ingin tahu apa isi bumi, bagaimana wujudnya, bagaimana sifatnya, dan sederatan pertanyaan yang memerlukan jawaban secara eksak. Sebagaimana kita ketahui bahwa jari jari bumi mencapai 6.370 km, maka akan timbul berbagai pertanyaan tentang keadaan bagian dalam dari bumi kita ini. Para pakar ingin mengungkapkan berbagai keterangan mengenai bagian dalam bumi kita ini, misalnya tentang:
• wujud,
• kerapatan batuan penyusun,
• temperatur,
• kecepatan perambatan gelombang suara,
• susunan kimia,
• dan beberapa informasi penting lainnya.
Bagaimana sifat gelombang bunyi ketika melewati lapisan lapisan di dalam bumi dan bagaimana kemungkinan manusia dapat menembus bumi dan beberapa pertanyaan lainnya. Beberapa pertanyaan yang timbul, bagaimana manusia dapat mengemukakan keterangan keterangan seperti itu padahal pemboran kerak bumi yang pernah dilakukaan di Oklahoma untuk menyelidiki bagian dalam bumi ini hanya sampai pada kedalaman 5.253 m atau hanya sekitar 5,2 Km, padahal diameter bumi adalah 6.370 Km.
Hal ini menunjukkan bahwa dengan cara mekanis pengeboran hanya sekitar 0.8 persen dari diameter bumi dapat diketahui, sungguh merupakan tantangan bagi manusia. Karena itu patut dimaklumi bahwa bagian dalam dari bumi sulit bahkan tidak mungkin diselidiki secara langsung. Keterbatasan ilmu pengetahuan dan teknologi terus menerus ditantang untuk segera memberikan jawaban tentang misteri bumi.
Sesuai dengan perkembangan daya pikir manusia akhirnya ditemukan suatu gagasan baru, bahwa manusia tidaklah mungkin untuk mengamati dalam bumi secara langsung. Melalui tahapan penelitian yang dimulai dari metode sederhana menuju kepada penyempurnaan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dengan diketemukannya listrik, getaran suara, maknit dan bahan peledak maka penelitian tentang kondisi di dalam bumi semakin menjadi kenyataan. Pencarian deposit minyak bumi yang sekarang sedang dilakukan juga mengalami perkembangan mulai dari penggunaan metode yang sederhana sampai dengan yang moderen. Dengan diikuti oleh kemajuan ilmu pengetahuan alam seperti matematika, ilmu kimia dan fisika para pakar terus mengembangkan metode penelitiannya untuk mengetahui tentang isi bumi. Sampai saat sekarang tampaknya penggunaan kaidah pemantulan suara (sounding) masih dipergunakan dalam mendeteksi komposisi di dalam bumi.
Gambar 2.1. Ilustrasi Tentang Bentuk Bumi
Upaya para pakar untuk menguak misteri dalam perut bumi terus menggelora, sehingga para pakar dalam suatu konvensi sepakat melakukan terobosan baru dengan cara penyelidikan secara tidak langsung dengan bantuan dari ilmu pengetahuan Kosmologi, Geokimia, Geofisika, Matematika dan Fisika.
Informasi atau keterangan yang diperoleh melalui kosmologi seperti gaya tarik menarik atau tolak menolak antara benda benda angkasa, jarak antara benda benda angkasa, massa, kerapatan, dan sebagainya. Para pakar menganalisanya sampai mereka mengambil suatu kesimpulan tentang keadaan bagian dalam dari bumi ini.
Melalui penyelidikan geokimia yang menganalisa komposisi batuan, mineral, air laut, dan sebagainya, para pakar kemudian memper¬kirakan bagaimana batuan terbentuk,densitasnya, sifat sifatnya dan sebagainya. Hasil penyelidikan geofisika juga sangat membantu untuk meramalkan keadaan bagian dalam dari bumi kita ini, terutama hasil pengukuran gravitasi bumi, medan magnet bumi, dan gelombang seismik.
Informasi atau keterangan yang diperoleh melalui kosmologi seperti gaya tarik menarik atau tolak menolak antara benda benda angkasa, jarak antara benda benda angkasa, massa, kerapatan, dan sebagainya. Para pakar menganalisanya sampai mereka mengambil suatu kesimpulan tentang keadaan bagian dalam dari bumi ini.
Melalui penyelidikan geokimia yang menganalisa komposisi batuan, mineral, air laut, dan sebagainya, para pakar kemudian memper¬kirakan bagaimana batuan terbentuk,densitasnya, sifat sifatnya dan sebagainya. Hasil penyelidikan geofisika juga sangat membantu untuk meramalkan keadaan bagian dalam dari bumi kita ini, terutama hasil pengukuran gravitasi bumi, medan magnet bumi, dan gelombang seismik.
Pendekatan Empiris
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa untuk mengetahui tentang keadaan di dalam bumi merupakan pekerjaan yang tidak mudah, karena itu para pakar mencoba mendekati secara rumusan rumusan ilmiah yang dapat dipergunakan untuk menduga kondisi sebenarnya di dalam bumi. Pendekatan yang akan dipergunakan untuk mengungkap rahasia di dalam bumi tersebut adalah pendekatan secara empiris.
1. Magnet Bumi
Jika kita meletakkan jarum atau silet dengan hati hati ke pernukaan air, maka posisinya akan selalu tetap menuju arah tertentu. Hal ini berarti di alam sekitar kita terdapat suatu kekuatan luar biasa yang dapat mengendalikan arah dan/atau posisi benda yang mempunyai besaran dan arah tertentu (besaran vektor).
Para pakar telah sepakat bahwa bumi merupakan medan magnet yang luar biasa besarnya, dan sebagaimana diketahui jarum kompas selalu menunjuk ke arah utara dan selatan kutub magnet bumi. Fenomena alam semacam itu dapat dimanfaatkan untuk meng¬ungkap sejarah masa lampau tentang kejadian bumi serta rahasia di dalam bumi. Demikian pula halnya dengan mineral atau batuan yang terdapat dipermukaan bumi ada yang mempunyai kekuatan (gaya) untuk tarik¬ menarik atau tolak menolak sesama benda.
Secara umum dapat dikatakan bahwa benda itu bersifat magnet. Beberapa batuan yang bersifat antara lain: magnetit (Fe3O4). Hematit (Fe2O3), Ilmenit (FeTiO3), dan sebagainya. Dengan mempelajari bekas bekas arah yang ditujukkan oleh mineral mineral yang bersifat magnetis itu dalam batuan secara palaeomag¬netis, telah diketahui bahwa gaya medan magnet bumi telah mengalami perubahan arah selama sejarah pembentukannya.
Berdasarakan pengamatan kemaknitan tersebut tampaknya periode perubahan arah magnet bumi terjadi secara tidak teratur, baik mengenai lamanya maupun arahnya. Misalnya perubahan yang terjadi sampai saat kini, dari perhitungan memerlukan waktu sekitar 690.000 tahun. Pada perhitungan sebelumnya sekitar 200.000 tahun, dan sebelumnya lagi periode pembalikan itu lamanya 60.000 tahun.
Sejak 110 juta tahun terakhir ini, para pakar mengenal sekitar 80 kali pembalikan kutub magnet bumi. Tetapi sedemikian jauh belum banyak penjelasan yang memuaskan mengenai pembalikan tersebut. Penyebabnya mungkin dari bumi itu sendiri atau pengaruh - ¬pengaruh yang datangnya dari luar bumi dan balikan tidak menutup kemungkinan adanya kesalahan dalam pengukurannya. Dengan demikian arah kemaknitan bumi merupakan salah satu misteri alam semesta yang sampai saat sekarang belum terungkap. Ini merupakan tantangan bagi generasi mendatang!
Pengamatan pengamatan palaeomagnetis seperti itu banyak membantu para pakar geologi untuk menganalisa gerakan gerakan kulit bumi, sebab sebab pembalikan kutub magnet bumi tersebut akan mempenga¬ruhi gerakan gerakan di litosfir. Terjadinya pengangkatan suatu daerah atau patahan patahan yang terjadi dapat didekati dengan menggunakan teori magnet bumi ini. Tentu saja hasil informasi yang diperoleh belum sampai memuaskan para pakar dalam bidang geologi, karena ada hal hal yang belum diterima secara rasio. Namun demikian arah maknet pada batuan belum cukup untuk mengulas dan/atau mengidentifikasi dinamika bumi.
2. Gravitasi Bumi
Suatu fenomena alam yang tidak dapat dipungkiri adanya suatu kekuatan (gaya) yang senantiasa ke bawah (tegak lurus bumi). Mobil dapat berjalan kecepatan tinggi di jalan raya, manusia dapat berjalan di permukaan bumi dan tanaman dapat tumbuh dengan akar menuju ke dalam bumi dapat dipastikan kesemuanya itu berkaitan dengan adanya gaya gravitasi bumi. Di bulan gaya semacam itu tidak ada, sehingga para astronot tidak dapat lari kecang dan tidak dapat berdiri tegak di bulan. Pergerakan para astronot seperti pergerakan orang mabuk dan melayang layang di atmosfer bulan.
Bumi yang mempunyai gaya tarik ke arah intinya yang lebih dikenal sebagai suatu gaya gravitasi. Dengan adanya gaya tersebut maka kita dan semua benda benda di permukaan bumi ini tidak sampai melayang ke ruang angkasa. Sebenarnya gaya gravitasi telah ada semenjak bumi dan jagad raya ini tercipta. Manusia belum berpikir jeli terhadap fenomena gaya ini. Secara empiris belum ada manusia yang peduli dengan gaya Gravitasi. Dikenalnya gaya gravitasi baik secara empiris mulai diramaikan orang pada saat Isaac Newton mengungkapkan teori gravitasinya. Konon menurut sejarah teori itu diperoleh, karena ketajaman kepedulian pemikirannya terhadap fenomena alam yang pada saat itu diilhami oleh jatuhnya buah apel dari pohon ke tanah. Konsepsi dasar teori gaya gravitasi adalah gaya tarik menarik antara 2 massa, secara konsepsi teori tersebut diformulasikan oleh Isaac Newton.
Suatu fenomena alam yang tidak dapat dipungkiri adanya suatu kekuatan (gaya) yang senantiasa ke bawah (tegak lurus bumi). Mobil dapat berjalan kecepatan tinggi di jalan raya, manusia dapat berjalan di permukaan bumi dan tanaman dapat tumbuh dengan akar menuju ke dalam bumi dapat dipastikan kesemuanya itu berkaitan dengan adanya gaya gravitasi bumi. Di bulan gaya semacam itu tidak ada, sehingga para astronot tidak dapat lari kecang dan tidak dapat berdiri tegak di bulan. Pergerakan para astronot seperti pergerakan orang mabuk dan melayang layang di atmosfer bulan.
Bumi yang mempunyai gaya tarik ke arah intinya yang lebih dikenal sebagai suatu gaya gravitasi. Dengan adanya gaya tersebut maka kita dan semua benda benda di permukaan bumi ini tidak sampai melayang ke ruang angkasa. Sebenarnya gaya gravitasi telah ada semenjak bumi dan jagad raya ini tercipta. Manusia belum berpikir jeli terhadap fenomena gaya ini. Secara empiris belum ada manusia yang peduli dengan gaya Gravitasi. Dikenalnya gaya gravitasi baik secara empiris mulai diramaikan orang pada saat Isaac Newton mengungkapkan teori gravitasinya. Konon menurut sejarah teori itu diperoleh, karena ketajaman kepedulian pemikirannya terhadap fenomena alam yang pada saat itu diilhami oleh jatuhnya buah apel dari pohon ke tanah. Konsepsi dasar teori gaya gravitasi adalah gaya tarik menarik antara 2 massa, secara konsepsi teori tersebut diformulasikan oleh Isaac Newton.
Gaya gravitasi di setiap tempat permukaan bumi tidak sama, hal ini disebabkan adanya perbadaan: jari jari ke kutub dan kekatulistiwa (pengaruhnya kecil sekali), Ketinggian tempat (pengaruhnya juga sangat kecil), Kerapatan batuan yang menyusun kerak bumi justru sangat menentukan.
Dengan mengetahui besarnya gaya gravitasi di permukaan bumi para pakar dapat menganalisa keadaan bagian dalam dari bumi. Dengan asumsi bahwa bahwa volume (massa) bumi besarnya tetap, maka dengan adanya bagian bumi yang rendah seperti halnya lautan atau lembah akan dikompensasikan oleh adanya benua atau pegunungan agar volume bumi tetap. Illustrasi tentang konsepsi keseimbangan atau kompensasi disajikan dalam Gambar 2.2. Konsepsi seperti ini dapat dikatakan sebagai daya lenting dari bumi. Pada saat kita mengamati globe, jelas terlihat bahwa belahan bumi utara yang kebanyakan berupa daratan diimbangi oleh lautan di belahan bumi selatan.
Hal yang sama juga terjadi pada barisan pegunungan, bahwa pada jalur pegunungan tinggi nampak adanya imbangan dari jalur palung laut yang dalam di dekatnya. Fenomena semacam ini oleh para pakar disebut kedudukan seimbang atau Isostasi. Selama belum tercapai keseimbangan atau kedudukan isostasi itu, maka kerak bumi akan bergerak terus mencari keseimbangannya, dan ini merupakan salah satu penyebab dari gaya tektonik atau labilnya permukaan bumi. Berdasarkan konsepsi tentang isostasi ini, menimbulkan dua hipotesa yang paling dikenal oleh kalangan para pakar geologi, yaitu PRATT dan AIRY.
a. Teori Pratt's
Konsepsi awal tentang isostasi yang dikemukaan oleh Pratt's sebenarnya tidak menggunakan istilah Isostasi, melainkan kompensasi pada saat mengemukakan teori pertama kalinya pada tahun 1859. Pratt's mengemukakan bahwa adanya kelebihan massa di atas daratan dikompensasikan oleh adanya kekurangan massa di dasar laut. Akan tetapi densitas batuan yang menyusun daratan lebih kecil daripada densitas batuan yang menyusun dasar lautan. Dengan kata lain, adanya perbedaan ketinggian antara daratan dan lautan adalah karena perbedaan kepadatan batuan yang menyusun kerak bumi di kedua bagian bumi tersebut.
Gambar 2.2. Illustrasi Konsep Keseimbangan/Kompensasi
Untuk memberikan gambaran empiris Pratt's membuktikan dengan menggunakan berbagai logam yang tidak sama berat jenisnya (Gambar 2.3).
Gambar 2.3. Teori Pratt’s Tentang Adanya Isostasi
Pada penampang dan beratnya dibuat sama, kemudian diapungkan dalam air raksa. Dari percobaan tersebut ternyata logam yang bobot jenisnya lebih besar hanya sedikit tersembul di atas permukaan air raksa, sedang logam yang lebih ringan tidak banyak tenggelam di bawah permukaan air raksa. Analogi yang dapat diambil dari percobaan tersebut dapat dikatakan bahwa gunung Himalaya itu merupakan hasil isostasi dari lautan atlantik.
b. Teori Airy's
Konsepsi tentang isostasi dilanjutkan oleh Airy, ia mengemukakan teorinya ini pada tahun 1865 dengan jalan pikiran yang agak berbeda dengan Pratt. Airy membenarkan bahwa batuan yang menyusun kerak bumi tidak sama densitasnya, namun perbedaan itu tidaklah terlalu besar yang dapat menghasilkan perbedaan ketinggian permukaan bumi sedemikian besarnya.
Keraguan raguan dari Airy berasal dari ketidak puasannya dengan fakta/kenyataan yang ada bagaimana Gunung Himalaya yang begitu tinggi dapat terbentuk hanya dengan menurunnya palung palung laut yang sangat dalam. Airy memberikan gambaran yang serupa dengan Pratt's, tetapi dengan menggunakan logam yang sejenis (dengan kata lain densitas batuan penyusun kerak bumi dianggap sama), namun ketebalannya tidak sama. Setelah diamati, ternyata logam yang lebih tebal tersembul lebih tinggi di atas permukaan air raksa dibanding logam yang tipis (Gambar 2.4). Dengan demikian Airy mengambil kesimpulan bahwa perbedaan ketinggian permukaan bumi bukan karena perbedaan densitas batuan tetapi akibat dari perbedaan ketebalan lapisan kerak bumi.
Airy menganalogikan pada konsepsi terbentuknya pegunungan yang tinggi akarnya akan jauh masuk ke dalam bumi dibandingkan dengan dasar laut yang belum sebanding. Berdasarkan teori tersebut, maka teori Airy ini lebih dikenal dengan konsepsi akar pengunungan (The Roots of Mountain hypothesis of isostasy). Sesuai dengan kemajuan zaman, pendapat Airy lebih banyak dianut dan dipergunakan oleh para ahli geologi pada saat itu, namun tidak berarti bahwa pendapat Pratt salah, sebab ternyata batuan penyusun kerak bumi tidak sama densitasnya. Dengan demikian, kedua teori tersebut pada prinsipnya saling melengkapi dimana dasar kerak bumi tidak rata sebagaimana diduga oleh Pratt (akar pegunungan menjorok lebih dalam dibandingkaan dasar laut), dan dipihak lain densitas batuan penyusun kerak bumi juga tidak sama sebagaimana digunakan Airy dalam mengemukakan teorinya.
b. Teori Airy's
Konsepsi tentang isostasi dilanjutkan oleh Airy, ia mengemukakan teorinya ini pada tahun 1865 dengan jalan pikiran yang agak berbeda dengan Pratt. Airy membenarkan bahwa batuan yang menyusun kerak bumi tidak sama densitasnya, namun perbedaan itu tidaklah terlalu besar yang dapat menghasilkan perbedaan ketinggian permukaan bumi sedemikian besarnya.
Keraguan raguan dari Airy berasal dari ketidak puasannya dengan fakta/kenyataan yang ada bagaimana Gunung Himalaya yang begitu tinggi dapat terbentuk hanya dengan menurunnya palung palung laut yang sangat dalam. Airy memberikan gambaran yang serupa dengan Pratt's, tetapi dengan menggunakan logam yang sejenis (dengan kata lain densitas batuan penyusun kerak bumi dianggap sama), namun ketebalannya tidak sama. Setelah diamati, ternyata logam yang lebih tebal tersembul lebih tinggi di atas permukaan air raksa dibanding logam yang tipis (Gambar 2.4). Dengan demikian Airy mengambil kesimpulan bahwa perbedaan ketinggian permukaan bumi bukan karena perbedaan densitas batuan tetapi akibat dari perbedaan ketebalan lapisan kerak bumi.
Airy menganalogikan pada konsepsi terbentuknya pegunungan yang tinggi akarnya akan jauh masuk ke dalam bumi dibandingkan dengan dasar laut yang belum sebanding. Berdasarkan teori tersebut, maka teori Airy ini lebih dikenal dengan konsepsi akar pengunungan (The Roots of Mountain hypothesis of isostasy). Sesuai dengan kemajuan zaman, pendapat Airy lebih banyak dianut dan dipergunakan oleh para ahli geologi pada saat itu, namun tidak berarti bahwa pendapat Pratt salah, sebab ternyata batuan penyusun kerak bumi tidak sama densitasnya. Dengan demikian, kedua teori tersebut pada prinsipnya saling melengkapi dimana dasar kerak bumi tidak rata sebagaimana diduga oleh Pratt (akar pegunungan menjorok lebih dalam dibandingkaan dasar laut), dan dipihak lain densitas batuan penyusun kerak bumi juga tidak sama sebagaimana digunakan Airy dalam mengemukakan teorinya.
Gambar 2.4. Teori Airy tentang adanya Isostasi
Penyimpangan Gravitasi
Berdasarkan hasil pengukuran gravitasi setiap tempat di permukaan bumi dibandingkan dengan gravitasi teoritis yang seharusnya dimiliki oleh tempat tersebut tidak sesuai dan cenderung timbul adanya penyimpangan. Atas fenomena ini para pakar sepakat bahwa di permukaan bumi ini akan dijumpai gaya gravitasi yang agak menyimpang. Para ahli menyepakati adanya anomali gravitasi/anomali isostasi. Anomali gravitasi adalah penyimpangan gravitasi di suatu tempat di permukaan bumi dari gravitasi teoritis yang seharusnya dimiliki. Dengan kata lain selisih antara gravitasi sebenarnya dengan gravitasi secara teoritis. Berdasarkan perbedaan nilai tersebut, maka penyimpangan gravitasi dikenal ada dua macam Anomali Gravitasi, yaitu: anomali positif dan negatif.
Anomali Gravitasi positif terjadi bila gravitasinya lebih besar dari gravi¬tasi teoritis. Daerah yang mengalami Anomali Gravitasi positif cenderung akan mengalami penurunan untuk mencapai kedudukan seimbang, sebab kelebihan berat dibanding daerah yang mengalami Anomali Gravitasi negatif. Anornali Gravitasi negatif terjadi bila gravitasinya lebih kecil darl gravi¬tasi teoritis. Daerah yang mengalami Anomali Gravitasi negatif cenderung mengalami pengangkatan agar tercapai kedudukan isostasi.
Gravitasi teoritis yang dimaksudkan dalam teori ini adalah besamya gaya gravitasi pada Spheroid, yaitu permukaan bumi rata rata yang berbentuk elipsoidal (suatu permukaan bumi khayal, hanya dibayangkan saja/dilukiskan di atas kertas guna keperluan perhitungan). Pada semua titik di Spheroid ini nilai gravitasinya sama asal terletak pada lintang yang sama (jarak ke pusat bumi sama & gaya sentrifugal akibat rotasi bumi juga sama). Dengan pengukuran gravitasi di permukaan bumi kemudian dianalisa, para pakar dapat meramalkan peristiwa geologi yang akan terjadi di suatu daerah misalnya pembentukan pegunungan, penurunan permukaan daratan, dan sebagainya.
Pengukuran gravitasi di Indonesia telah banyak dilakukan sejak zaman penjajahan Belanda. Salah seorang pakar yang tercatat Vening Meinesz banyak melakukan penelitian gravitasi di Indonesia. Dari beberapa hasil penelitiannya berkesimpulan bahwa di daerah Maluku dan sekitarnya merupakan daerah labil, sehingga setiap saat akan terjadi proses pembentukan pegunungan tinggi dan akan terjadi pula penurunan permukaan tanah. Terjadinya gempa bumi yang dahsyat yang menelan beberapa korban pada tahun 1994 di Flores merupakan salah satu peristiwa yang berkaitan dengan kelabilan daerah tersebut.
Munculnya gunung baru di Negara Tonga pada tanggal 18 Juni 1995 dengan ketinggian 15 menjadi 50 meter dalam kurun waktu 10 hari juga merupakan fenomena pengangkatan kerak bumi akibat gaya di dalam bumi. Tampaknya aktivitas inti bumi menjadi lebih nyata peranannya dengan adanya bukti bukti kongkrit ini.
Anomali Gravitasi positif terjadi bila gravitasinya lebih besar dari gravi¬tasi teoritis. Daerah yang mengalami Anomali Gravitasi positif cenderung akan mengalami penurunan untuk mencapai kedudukan seimbang, sebab kelebihan berat dibanding daerah yang mengalami Anomali Gravitasi negatif. Anornali Gravitasi negatif terjadi bila gravitasinya lebih kecil darl gravi¬tasi teoritis. Daerah yang mengalami Anomali Gravitasi negatif cenderung mengalami pengangkatan agar tercapai kedudukan isostasi.
Gravitasi teoritis yang dimaksudkan dalam teori ini adalah besamya gaya gravitasi pada Spheroid, yaitu permukaan bumi rata rata yang berbentuk elipsoidal (suatu permukaan bumi khayal, hanya dibayangkan saja/dilukiskan di atas kertas guna keperluan perhitungan). Pada semua titik di Spheroid ini nilai gravitasinya sama asal terletak pada lintang yang sama (jarak ke pusat bumi sama & gaya sentrifugal akibat rotasi bumi juga sama). Dengan pengukuran gravitasi di permukaan bumi kemudian dianalisa, para pakar dapat meramalkan peristiwa geologi yang akan terjadi di suatu daerah misalnya pembentukan pegunungan, penurunan permukaan daratan, dan sebagainya.
Pengukuran gravitasi di Indonesia telah banyak dilakukan sejak zaman penjajahan Belanda. Salah seorang pakar yang tercatat Vening Meinesz banyak melakukan penelitian gravitasi di Indonesia. Dari beberapa hasil penelitiannya berkesimpulan bahwa di daerah Maluku dan sekitarnya merupakan daerah labil, sehingga setiap saat akan terjadi proses pembentukan pegunungan tinggi dan akan terjadi pula penurunan permukaan tanah. Terjadinya gempa bumi yang dahsyat yang menelan beberapa korban pada tahun 1994 di Flores merupakan salah satu peristiwa yang berkaitan dengan kelabilan daerah tersebut.
Munculnya gunung baru di Negara Tonga pada tanggal 18 Juni 1995 dengan ketinggian 15 menjadi 50 meter dalam kurun waktu 10 hari juga merupakan fenomena pengangkatan kerak bumi akibat gaya di dalam bumi. Tampaknya aktivitas inti bumi menjadi lebih nyata peranannya dengan adanya bukti bukti kongkrit ini.
3. Gelombang Seismik.
Gelombang seismik adalah getaran kerak bumi yang diakibatkan adanya gangguan pada salah satu lapisan bumi, sehingga menyebabkan adanya getaran. Getaran yang sampai kepermukaan bumi pada umumnya menyebabkan pergerakan keberbagai arah, gerakan ini sering disebut dengan gempa bumi. Jika terjadi peristiwa gempa baik yang terjadi secara alamiah maupun yang terjadi karena buatan yang disengaja oleh manusia, maka tekanan akan diteruskan melalui materi di sekelilingnya berupa rambatan getaran dalam bentuk gelombang. Secara garis besar, gelombang seismik/gempa dapat dibedakan atas 2 macam yaitu gelombang dalam (Body Wave) dan gelombang permukaan (Surface Wave).
Gelombang Dalam
Gelombang dalam atau body wave adalah gelombang yang meram¬bat didalam bumi, dari pusat gempa menuju ke segala arah. Berdasarkan caranya merambat melalui batuan penyusun bumi, dikenal ada dua tipe, yaitu: (1) gelombang longitudinal dan (2) gelombang transversal.
Gelombang Longitudinal atau Gelombang Primer, nama yang diberikan sesuai dengan kecepatannya dimana tipe gelombang inilah yang pertama kali tercatat oleh seismograf. Arah getarannya ke depan dan yang ke belakang sehingga materi yang dilaluinya mengalami tekanan dan perenggangan (seperti spiral). Oleh karena itu sering pula disebut "Push pull Wave" ataupun "Com¬pressional Wave". Gelombang ini dikenal pula sebagai Gelombang Suara karena cara perambatannya seperti cara perambatan suara di udara. Sifat dari gelom¬bang ini adalah dapat melalui materi dalam wujud padat, cair, maupun gas. Dan karena arahnya yang kedepan maka tergolong cepat. Bila menembus materi bumi, kecepatannya berkisar antara 8,5 km/detik di lapisan dalam sampai sekitar 6 km/detik di kerak bumi.
Gelombang Transversal atau Gelombang Sekunder berbeda dengan gelombang longitudinal. Arah getaran gelombang ini tegak lurus pada garis arah ke mana ia bergerak. Karena itu maka kecepatannya lebih rendah dibandingkan dengan gelombang Primer tadi. Akibat lain dari arah gerakannya adalah bahwa tipe gelombang ini hanya dapat melalui benda yang berwujud padat. Bila melewati materi berwujud cair atau gas, gelombang ini hilang/tidak tercatat oleh alat Seismograf. Adapun kecepatannya hanya sekitar 2/3 kecepatan Gelombang Primer atau sekitar 4 6 km/detik.
Gelombang Permukaan
Gelombang permukaan atau Surface Wave, yaitu getaran yang merambat ke permukaan bumi kemudian melanjutkan perjalannya di permukaan bumi. Jadi jalan yang dilalui lebih panjang, sehingga gelombang ini tercatat paling akhir oleh seismograf. Kecepatan perambatannya sekitar 3 4 km/detik. Bentuknya seperti gelombang air, ada yang berupa gelombang primer dan sekunder. Secara skematik gelombang gelombang yang terjadi di dalam dan dipermukaan bumi disajikan dalam Gambar 2.5.
Gelombang dalam atau body wave adalah gelombang yang meram¬bat didalam bumi, dari pusat gempa menuju ke segala arah. Berdasarkan caranya merambat melalui batuan penyusun bumi, dikenal ada dua tipe, yaitu: (1) gelombang longitudinal dan (2) gelombang transversal.
Gelombang Longitudinal atau Gelombang Primer, nama yang diberikan sesuai dengan kecepatannya dimana tipe gelombang inilah yang pertama kali tercatat oleh seismograf. Arah getarannya ke depan dan yang ke belakang sehingga materi yang dilaluinya mengalami tekanan dan perenggangan (seperti spiral). Oleh karena itu sering pula disebut "Push pull Wave" ataupun "Com¬pressional Wave". Gelombang ini dikenal pula sebagai Gelombang Suara karena cara perambatannya seperti cara perambatan suara di udara. Sifat dari gelom¬bang ini adalah dapat melalui materi dalam wujud padat, cair, maupun gas. Dan karena arahnya yang kedepan maka tergolong cepat. Bila menembus materi bumi, kecepatannya berkisar antara 8,5 km/detik di lapisan dalam sampai sekitar 6 km/detik di kerak bumi.
Gelombang Transversal atau Gelombang Sekunder berbeda dengan gelombang longitudinal. Arah getaran gelombang ini tegak lurus pada garis arah ke mana ia bergerak. Karena itu maka kecepatannya lebih rendah dibandingkan dengan gelombang Primer tadi. Akibat lain dari arah gerakannya adalah bahwa tipe gelombang ini hanya dapat melalui benda yang berwujud padat. Bila melewati materi berwujud cair atau gas, gelombang ini hilang/tidak tercatat oleh alat Seismograf. Adapun kecepatannya hanya sekitar 2/3 kecepatan Gelombang Primer atau sekitar 4 6 km/detik.
Gelombang Permukaan
Gelombang permukaan atau Surface Wave, yaitu getaran yang merambat ke permukaan bumi kemudian melanjutkan perjalannya di permukaan bumi. Jadi jalan yang dilalui lebih panjang, sehingga gelombang ini tercatat paling akhir oleh seismograf. Kecepatan perambatannya sekitar 3 4 km/detik. Bentuknya seperti gelombang air, ada yang berupa gelombang primer dan sekunder. Secara skematik gelombang gelombang yang terjadi di dalam dan dipermukaan bumi disajikan dalam Gambar 2.5.
Gambar 2.5. Illustrasi Gelombang Primer dan Sekunder
Perbedaan prinsip antara Gelombang Primer dan Gelombang Sekunder tersebut dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk memperkirakan wujud bagian dalam dari bumi, maupun pencarian bahan galian, khususnya minyak bumi. Disamping itu dapat digunakan untuk menghitung jarak pusat gempa ke stasion pengamat gempa. Ulasan lebih komprehensif tentang gempa bumi akan diuraikan dalam bab tersendiri.
4. Struktur Bumi/Lapisan Bumi
Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa bagian bumi bagian dalam sulit sekali diketahui secara langsung, sehingga orang berusaha menganalisanya lewat hasil pengukuran secara tidak langsung.
Wujud bagian dalam dari bumi, menimbulkan beberapa pendapat/dugaan. Ada yang mengatakan bahwa makin jauh ke dalam bumi temperatur makin tinggi, dimana kenaikan suhu rata rata 2oC/ 100 meter (gradien geotermis) dan makin dalam makin kecil gradien geotermis tersebut. Setelah dihitung, para ahli memperkirakan temperatur inti bumi sekitar 2.000 oC – 3.000 oC. Berdasarkan hasil pengukuran empiris tersebut, menimbulkan suatu pendapat bahwa inti bumi pasti berwujud gas karena pada temperatur sedemikian tingginya itu materi padat akan mencair kemudian berubah menjadi gas.
Sebagian pakar lain tidak sependapat dengan alasan bahwa makin ke dalam tekanan juga akan makin tinggi karena tekanan lapisan dari atas semakin besar. Oleh karena itu di bawah tekanan yang begitu besar (sekitar 3 juta atmosfir) maka inti bumi tentunya berwujud padat. Timbul pendapat lain yang menggabungkan kedua pendapat di atas mengatakan bahwa inti bumi wujudnya kental sebab sekalipun temperatur tinggi namun tekanan yang begitu tinggi akan menghalangi perubahan zat menjadi gas
Dalam perkembangan selanjutnya atas bantuan pengetahuan gelombang gempa, para ahli mengemukakan keterangan keterangan yang diperoleh tidak saja dari analisa tentang gelombang gempa, melain¬kan juga dengan hasil analisis parameter yang lainnya. Perkiraan perkiraan merupakan metode pendekatan yang tidak dapat dihindari. Karena itu para pakar bersepakat bahwa kemungkinan materi yang menyusun masing masing lapisan bumi tersebut harus di identifikasikan.
Berdasarkan penelitian dengan bantuan berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah disebutkan sebelumnya, para pakar menyusun suatu teori tentang kerangka bumi. Berdasarkan teori tersebut mereka membagi bumi kedalam 3 bagian besar yaitu:
• Kerak bumi (Crush),
• Selimut (Mantle)
• Inti (Core).
Secara skematik ketiga susunan utama bumi tersebut disajikan dalam Gambar 2.6.
1. Kerak Bumi (Crush)
Lapisan ini menempati bagian paling atas/permukaan bumi dengan tebal rata rata antara 10 50 km. Tebal lapisan ini tidak sama di semua tempat. Secara garis besar, di atas benua tebalnya berkisar antara 20 50 km, namun di bawah dasar laut ketebalannya hanya mencapai sekitar 10 12 km saja. Jika dihubungkan dengan teori isostasi tampaknya teori ini masih relevan sekali untuk menjelaskan tentang susunan lapisan bumi. Wujud lapisan ini pada umumnya berupa materi materi yang padat. Dalam kerak bumi ini masih terbagi lagi kedalam sublapisan, yaitu: lapisan yang bersifat granitis dan yang bersifat basaltika.
Lapisan Granitis : density rendah, cerah, menempati posisi di bagian benua
Lapisan granitis merupakan lapisan paling luar dari kerak bumi. Nama yang diberikan menunjukkan bahwa susunan materi yang menyusunnya kebanyakan berupa batuan granit. Lapisan ini menempati lapisan paling atas dengan ketebalan sekitar 10 15 km, dengan kecepatan gelombang primer mencapai 6,5 km/ detik. Akan tetapi lapisan ini tidak diketemukaan di semua tempat dan pada umumnya di dasar laut tidak dijumpai lapisan ini.
Gambar 2.6. Susunan Lapisan Utama Bumi
Lapisan Basaltis
Lapisan basaltis merupakan lapisan setelah lapisan granitis. Nama yang diberikan menunjukkan bahwa susunan materi kebanyakan tersusun dari materi basalt yang bersifat basa dengan densitas yang lebih besar. Letaknya di bawah lapisan granitis dengan kedalaman sekitar 30¬ - 50 km. Kecepatan gelombang primer berkisar antara 6,5 km/detik di bagian atas, sedangkan di bagian bawah mencapai 8 km/detik.
2. Selimut (Mantle).
Lapisan bagian dalam setelah kerak bumi adalah mantel, sesuai dengan namanya lapisan ini bersifat melindungi bagian dalam bumi. Lapisan ini menempati bagian sebelah bawah dari kerak bumi, pada umumnya dibagi atas 3 bagian lagi yaitu: litosfer, astenosfer dan mesosfer.
Litosfer
Lapisan paling luar dari selimut disebut dengan litosfer, kata litosfer berasal dari kata lithos yang berarti batu dan fera berarti sekeliling. Berdasarkan pengertian itu, maka litosfer berati lapisan pal¬ing luar dari selimut yang didominasi oleh batuan. Letaknya paling atas dari selimut bumi, terdiri dari materi materi yang berwujud padat dengan tebal sekitar 50 100 km. Bersama sama dengan kerak bumi sering pula disebut lempeng lithosfir yang mengapung di atas materi yang agak kental yaitu astenosfir¬. Pada kedalaman sekitar 60 200 km dari puncak litosfir terdapat lapisan yang agak lain sifatnya dimana kecepatan gelombang lebih lambat, disebut "Low velocity layer".
Astenosfer
Lapisan setelah litosfer adalah astenosfer, lapisan ini berada di bawah litosfir dengan wujud agak kental dengan tebal sekitar 100 400 km. Karena itu kecepatan gelombang pada waktu melewati lapisan ini agak menurun. Diduga batuan disini lebih panas dari batuan biasa di sekitarnya sehingga 1 10 % lebur.Para pakar menduga mungkin lapisan ini sebagai tempat formasi magma (magma induk). Dan pada lapisan ini pula sintesa batuan dan mineral dibentuk. Karena wujudnya tidak padat, maka massa yang ada di atasnya dapat bergerak. Mungkin kondisi semacam ini yang dipikirkan oleh Pratt dan Airy pada saat mereka berteori tentang isostasi.
Mesosfir
Wujudnya padat dengan tebal sekitar 2.400 2.750 km terletak di bawah Astenosfir. Kecepatan gelombang primer bertambah dari sekitar 8 km/detik, di Lithosfir sampai sekitar 13 km/detik. Karena itu diduga bahwa materi penyusun lapisan ini jauh lebih berat, kemungkinan berupa mineral Periodotit dan Pallasit (campuran mineral batuan basa dan besi) dengan densitas sekitar 3,0 di bagian atas sampai 8,0 di bagian bawah. Pada perbatasan ke inti bumi, terdapat lapisan transisi di mana kecepatan gelombang primer menurun dengan tajam dari 13 km/detik menjadi 8 km/detik. Lapisan transisi ini disebut "Gutenberg Wiechert discontinuety layer" yang biasanya dijumpai pada kedalaman 2.898 km.
3. Inti (Core)
Lapisan paling dalam dari bumi disebut dengan inti bumi (core), lapisan ini dapat pula dibedakan atas 2 bagian: inti luar (outer core) dan inti dalam (inner core).
Inti Luar
Inti luar adalah inti bumi yang ada dibagian luar (Outer Core), diduga berwujud cair sebab lapisan ini tidak dapat dilalui oleh gelombang sekunder. Tebal lapisan ini sekitar 2.160 km.
Inti Dalam
Inti dalam adalah inti bumi yang ada di lapisan dalam (inner Core), diduga berwujud padat, tersusun dari materi berupa besi atau besi dan nikel (Nife) dengan densitas sekitar 10 gram/cm3 lebih. Pada kedalaman sekitar 5.145 km seismograf menunjukkan peru¬bahan kecepatan gelombang Primer (naik), sebagai petunjuk batas antara inti bagian luar dan inti bagian dalam. Tebalnya sekitar 1.320 km.
Sampai sekarang orang masih berkeyakinan bahwa inti bagian dalam dari bumi ini berupa padatan, akan tetapi secara termodinamika kondisi tidak menunjang, masalahnya pada suhu yang sangat tinggi yaitu ribuan derajad celcius, maka besi, nikel dan beberapa logam lainnya tidak akan berwujud padatan, tetapi berupa senyawa gas. Dalam kejadian sehari hari tukang las besi dapat melelehkan besi pada suhu ribuan derajad, bagaimana jika suhunya dinaikkan lagi? belum dapat dibayangkaan oleh manusia. Mungkin inti bagian dalam bumi berupa sisa sisa reaksi inti nuklir yang tersisa pada saat bumi terlepas dari pusaran dan ledakan dahsyat (Big Bang).
Jika asumsi itu benar, maka bulan merupakan salah satu planet yang serupa bumi namun pada saat sekarang intinya telah padam, sehingga dinamika bulan tidak terjadi lagi dan bentuk bulan menjadi statis. Apakah nasib bumi kita ini akan seperti bulan? atau planet lainnya yang serupa? belum ada jawaban yang pasti semuanya perkiraan saja.
Lapisan basaltis merupakan lapisan setelah lapisan granitis. Nama yang diberikan menunjukkan bahwa susunan materi kebanyakan tersusun dari materi basalt yang bersifat basa dengan densitas yang lebih besar. Letaknya di bawah lapisan granitis dengan kedalaman sekitar 30¬ - 50 km. Kecepatan gelombang primer berkisar antara 6,5 km/detik di bagian atas, sedangkan di bagian bawah mencapai 8 km/detik.
2. Selimut (Mantle).
Lapisan bagian dalam setelah kerak bumi adalah mantel, sesuai dengan namanya lapisan ini bersifat melindungi bagian dalam bumi. Lapisan ini menempati bagian sebelah bawah dari kerak bumi, pada umumnya dibagi atas 3 bagian lagi yaitu: litosfer, astenosfer dan mesosfer.
Litosfer
Lapisan paling luar dari selimut disebut dengan litosfer, kata litosfer berasal dari kata lithos yang berarti batu dan fera berarti sekeliling. Berdasarkan pengertian itu, maka litosfer berati lapisan pal¬ing luar dari selimut yang didominasi oleh batuan. Letaknya paling atas dari selimut bumi, terdiri dari materi materi yang berwujud padat dengan tebal sekitar 50 100 km. Bersama sama dengan kerak bumi sering pula disebut lempeng lithosfir yang mengapung di atas materi yang agak kental yaitu astenosfir¬. Pada kedalaman sekitar 60 200 km dari puncak litosfir terdapat lapisan yang agak lain sifatnya dimana kecepatan gelombang lebih lambat, disebut "Low velocity layer".
Astenosfer
Lapisan setelah litosfer adalah astenosfer, lapisan ini berada di bawah litosfir dengan wujud agak kental dengan tebal sekitar 100 400 km. Karena itu kecepatan gelombang pada waktu melewati lapisan ini agak menurun. Diduga batuan disini lebih panas dari batuan biasa di sekitarnya sehingga 1 10 % lebur.Para pakar menduga mungkin lapisan ini sebagai tempat formasi magma (magma induk). Dan pada lapisan ini pula sintesa batuan dan mineral dibentuk. Karena wujudnya tidak padat, maka massa yang ada di atasnya dapat bergerak. Mungkin kondisi semacam ini yang dipikirkan oleh Pratt dan Airy pada saat mereka berteori tentang isostasi.
Mesosfir
Wujudnya padat dengan tebal sekitar 2.400 2.750 km terletak di bawah Astenosfir. Kecepatan gelombang primer bertambah dari sekitar 8 km/detik, di Lithosfir sampai sekitar 13 km/detik. Karena itu diduga bahwa materi penyusun lapisan ini jauh lebih berat, kemungkinan berupa mineral Periodotit dan Pallasit (campuran mineral batuan basa dan besi) dengan densitas sekitar 3,0 di bagian atas sampai 8,0 di bagian bawah. Pada perbatasan ke inti bumi, terdapat lapisan transisi di mana kecepatan gelombang primer menurun dengan tajam dari 13 km/detik menjadi 8 km/detik. Lapisan transisi ini disebut "Gutenberg Wiechert discontinuety layer" yang biasanya dijumpai pada kedalaman 2.898 km.
3. Inti (Core)
Lapisan paling dalam dari bumi disebut dengan inti bumi (core), lapisan ini dapat pula dibedakan atas 2 bagian: inti luar (outer core) dan inti dalam (inner core).
Inti Luar
Inti luar adalah inti bumi yang ada dibagian luar (Outer Core), diduga berwujud cair sebab lapisan ini tidak dapat dilalui oleh gelombang sekunder. Tebal lapisan ini sekitar 2.160 km.
Inti Dalam
Inti dalam adalah inti bumi yang ada di lapisan dalam (inner Core), diduga berwujud padat, tersusun dari materi berupa besi atau besi dan nikel (Nife) dengan densitas sekitar 10 gram/cm3 lebih. Pada kedalaman sekitar 5.145 km seismograf menunjukkan peru¬bahan kecepatan gelombang Primer (naik), sebagai petunjuk batas antara inti bagian luar dan inti bagian dalam. Tebalnya sekitar 1.320 km.
Sampai sekarang orang masih berkeyakinan bahwa inti bagian dalam dari bumi ini berupa padatan, akan tetapi secara termodinamika kondisi tidak menunjang, masalahnya pada suhu yang sangat tinggi yaitu ribuan derajad celcius, maka besi, nikel dan beberapa logam lainnya tidak akan berwujud padatan, tetapi berupa senyawa gas. Dalam kejadian sehari hari tukang las besi dapat melelehkan besi pada suhu ribuan derajad, bagaimana jika suhunya dinaikkan lagi? belum dapat dibayangkaan oleh manusia. Mungkin inti bagian dalam bumi berupa sisa sisa reaksi inti nuklir yang tersisa pada saat bumi terlepas dari pusaran dan ledakan dahsyat (Big Bang).
Jika asumsi itu benar, maka bulan merupakan salah satu planet yang serupa bumi namun pada saat sekarang intinya telah padam, sehingga dinamika bulan tidak terjadi lagi dan bentuk bulan menjadi statis. Apakah nasib bumi kita ini akan seperti bulan? atau planet lainnya yang serupa? belum ada jawaban yang pasti semuanya perkiraan saja.